Meskipun terlambat postingannya, hal ini sudah menjawab persoalan yang terjadi, yang membuat kisruh masalah pengurusan NUPTK ditingkat daerah.
Tempo hari kami bertemu seorang guru NON PNS yang berasal dari Lampung Utara yang umurnya sekitar 40-tahun di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI di Jakarta. Ibu tersebut curhat kepada kami atas keluhan masalah pengurusan NUPTK yang hingga saat ini ibu tersebut tidak mendapatkan jawaban yang pasti. Ketika itu kami juga sedang mengantri ke Unit Layanan Terpadu di Gedung C Lt. 1. Dari penuturan guru yang sudah berulang kali berurusan di Disdik Kabupaten Lampung Utara sampai di tingkat Propinsi tidak pernah ada juga jawaban yang pasti. Dengan ketidakpuasan tersebut, guru tersebut nekat ke Jakarta untuk meminta/mengusulkan NUPTK, akan tetapi setibanya di Layanan Unit Terpadu malah ditunjukan Surat Edaran Mendagri dari Staf Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor
814.1/169/SJ tanggal 10 Januari 2013 merupakan penegasan tentang larangan
pengangkatan tenaga honrer setelah tahun 2005 kepada seluruh Gubernur, Walikota
dan Bupati di seluruh Indonesia, berikut isinya :
1. Di
jajaran instansi pemerintah di seluruh Indonesia ditegaskan berdasar Peraturan Pemerintah Nomor
48 tahun 2005 Pasal 8 Gubernur,
Walikota dan Bupati di seluruh Indonesia dilarang mengangkat tenaga
honorer sejak tahun 2005 hal ini
di tekankan dengan yang berbunyi :
“Sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, semua Pejabat
Pembina Kepegawaian dan pejabat lain di lingkungan instansi, dilarang
mengangkat tenaga honorer atau yang sejenis, kecuali ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.” sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43
tahun 2007 dan sebagaimana beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 56 tahun 2012 ditegaskan kembali “Sejak ditetapkannya
Peraturan Pemerintah ini, semua Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain di
lingkungan instansi, dilarang mengangkat tenaga honorer atau yang sejenis,
kecuali ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.”
2. Sehubungan
dengan hal tersebut di atas, kami tegaskan bahwa : Gubernur dan Bupati/Walikota
di larang mengangkat tenaga honorer atau yang sejenisnya
1. Pemerintah tidak akan mengangkat lagi tenaga honorer atau yang
sejenisnya menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil
2. Bagi Gubernur, Walikota/Bupati yang masih melakukan pengangkatan
tenaga honorer dan sejenisnya, maka konsekuensi dan dampak pengangkatan tenaga
honorer atau sejenisnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
Sehubungan
hal tersebut jajaran SLB/SDLB/SMPLB dan SMALB Negeri selaku SKPD diminta mengindahkan edaran dimaksud.
Ada beberapa solusi yang mungkin
dapat dijadikan bahan pertimbangan sbb :
1. Sekolah
memberikan layanan pendidikan sebatas kemampuan tenaga yang tersedia dengan
segala konsekuensi tingkat kualitatif maupun kuantitas yang belum tentu
memenuhi standar layanan pendidikan yang dibutuhkan siswa.
2. Apabila
sekolah bermaksud memenuhi kebutuhan tenaga pendidik (guru) dan tenaga
Kependidikan yang dibutuhkan sekolah untuk menangani layanan pendidikan bagi
putra-putrinya maka pihak Komite Sekolah sangat diharapkan mampu
menempatkan diri sebagai pengambil kebijakan dengan segala
konsekuensinya. Konsekuensi dimaksud adalah :
· Pihak tenaga honorer tidak menuntut untuk diangkat sebagai
CPNS/PNS.
· Pihak Ketua Komite sekolah yang menerbitkan SK tenaga
honorer.
· Pihak Kepala Sekolah hanya berhak memberikan SK Pembagian Tugas
Mengajar sesuai SK Komite Sekolah.
· Konsekuensi pengangkatan tenaga honorer ada di pihak Komite
Sekolah bukan Pemerintah.
UNTUK LEBIH JELASNYA, BERIKUT
LINK SURAT EDARAN DARI KEMENDAGRI